12 Juli 2007

Kontraktor Indonesia Terganjal Modal

Kontraktor Indonesia yang ingin mengikuti proyek di luar negeri masih terganjal permasalahan modal.

Padahal, menurut Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia Agus Kartasasmita, kemampuan kontraktor Indonesia tak kalah dibanding kontraktor asing. "Yang menjadi masalah bukan kemampuan, tapi daya dukungnya, yaitu permodalan," ujar Agus kepada wartawan di Hotel Grand Kemang, Jakarta (13/3).

Menurut dia, untuk dapat mengikuti proyek di luar negeri yang bernilai ratusan miliar hingga triliunan rupiah itu, kontraktor harus mendapatkan dukungan dari pemerintah.

Pemerintah seharusnya dapat memberikan dukungannya dalam penetapan suku bunga pinjaman. "Di luar negeri hanya 3-4 persen, di Indonesia sampai 18 persen hingga 21 persen," kata Agus. Bila dikonversi ke dolar Amerika Serikat, besaran bunga menjadi 8 persen sampai 9 persen.

Dia melanjutkan, hal itu yang menyebabkan kontraktor Indonesia kerap kalah dengan kontraktor asing untuk proyek luar negeri. "Tender dibuka, kita sudah kalah," ujarnya. Pemilik proyek, lanjut Agus, menganggap penawaran kontraktor Indonesia tak kompetitif. "Padahal, itu di luar kemampuan kontraktor," kata dia.

Selain itu, ia juga mengeluhkan jaminan pelaksanaan dari perbankan Indonesia yang tidak diterima di beberapa negara. "Di Timor Timur saja, mereka minta jaminan dari bank Eropa kelas satu untuk tender internasional," ujarnya. Sedangkan dari pihak kontraktor Indonesia mengajukan jaminan dari Bank Mandiri yang notabene bank terbesar. "Permasalahan ini harus dipecahkan oleh pemerintah."

Sebagai contoh, Agus mengambil kebijakan pemerintah Korea Selatan yang memberikan fasilitas kepada para kontraktor yang akan mengikuti proyek di luar negeri. "Suku bunga pinjaman disesuaikan dengan suku bunga kontraktor lawan," katanya.
(Rieka Rahadiana, Tempo Interaktif, 13 Maret 2007)

Tidak ada komentar: